Kelangkaan Gas Elpiji Melanda: Apakah Kebijakan Penjualan Hanya Melalui Agen Sudah Tepat?

Serang, 5 Februari 2025 – Masyarakat di berbagai daerah kembali mengeluhkan kelangkaan gas elpiji bersubsidi 3 kg. Kondisi ini menyebabkan harga melonjak di tingkat pengecer, bahkan di beberapa wilayah, tabung gas elpiji sulit ditemukan. Pemerintah, melalui Pertamina dan pihak terkait, telah mengeluarkan kebijakan baru yang membatasi penjualan gas elpiji hanya melalui agen resmi. Namun, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Menurut pantauan di beberapa pasar tradisional dan warung kelontong, banyak pedagang yang mengaku tidak lagi mendapatkan pasokan gas elpiji dari distributor, karena kebijakan baru tersebut. Hal ini membuat konsumen kesulitan mendapatkan gas untuk kebutuhan rumah tangga maupun usaha kecil, seperti warung makan dan industri rumahan.

Seorang warga di Cikande Serang, Da’ah (45), menyampaikan keluhannya, “Biasanya saya beli di warung dekat rumah, tapi sekarang harus ke agen yang lokasinya cukup jauh. Ini sangat menyulitkan, terutama bagi ibu rumah tangga seperti saya.”

Di sisi lain, pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini diambil untuk memastikan distribusi gas elpiji bersubsidi lebih tepat sasaran. Dengan hanya dijual melalui agen resmi, diharapkan tidak ada lagi penimbunan atau permainan harga oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kepala Humas Pertamina, Andi Wijaya, menjelaskan, “Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi penyimpangan distribusi dan memastikan bahwa gas elpiji bersubsidi benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan. Kami juga akan meningkatkan pengawasan terhadap distribusi di setiap daerah.”

Meski demikian, banyak pihak yang mempertanyakan efektivitas kebijakan ini. Beberapa ekonom menilai bahwa tanpa adanya pengawasan ketat dan distribusi yang merata, kelangkaan justru dapat semakin parah. “Jika tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah agen dan sistem distribusi yang lebih efisien, kebijakan ini bisa berakibat sebaliknya, yaitu menambah beban masyarakat,” ujar pakar ekonomi energi, Dr. Rudi Hartono.

Kelangkaan gas elpiji ini juga berdampak pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak pelaku usaha yang terpaksa mengurangi produksi atau bahkan berhenti beroperasi karena sulit mendapatkan gas elpiji. Salah satu pemilik usaha kuliner di Bandung, Budi Santoso, mengatakan, “Kami sangat bergantung pada gas elpiji. Kalau susah didapat atau harganya mahal, usaha kami bisa terancam gulung tikar.”

Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan pasokan gas elpiji. Selain memastikan distribusi yang lebih baik, beberapa pihak juga menyarankan agar dilakukan evaluasi terhadap kebijakan pembatasan penjualan ini. Sosialisasi yang lebih luas serta penyediaan alternatif energi juga dianggap sebagai solusi yang perlu dipertimbangkan agar masyarakat tidak semakin terbebani.

Dengan kondisi yang ada saat ini, masih menjadi tanda tanya apakah kebijakan penjualan hanya melalui agen resmi benar-benar akan mengatasi permasalahan atau justru menambah kompleksitas distribusi gas elpiji bersubsidi di Indonesia. Masyarakat pun berharap adanya solusi yang lebih efektif agar kebutuhan energi rumah tangga dan usaha kecil dapat terpenuhi dengan baik.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top